kerajaan kuno sudah menggunakan sistem pajak?

Sistem pajak zaman kerajaan seperti apa? – Halo teman Bicara, Selamat datang kembali di Website Bicara Indonesia ya. Pernah tidak, kamu membayangkan bagaimana Pengaturan keuangan di zaman kerajaan dulu ya? Apakah mereka sudah memahami cara pembukuan keuangan dan perpajakan seperti zaman sekarang ini?

Meskipun ini merupakan zaman kuno, ternyata mereka sudah menerapkan sistem perpajakan loh teman bicara. Masyarakat di zaman kerajaan kuno dulu terbilang patuh dalam hal membayar kewajiban ini loh teman bicara.

Di zaman modern ini, mungkin kita sudah mengenal profesi Akuntan dan Konsultan pajak untuk mengurusi kewajiban bayar pajak. Namun, bagaimana dengan zaman kerajaan kuno dulu ya? Yuk kita simak ceritanya berikut ini:

Patuh Pajak dan Bekerja untuk Kerajaan

Melansir dari laman Historia, Kerajaan –kerajaan kuno dulu ini sudah memiliki kebijakan perpajakan di setiap desa-desa yang merupakan wilayah kerajaan tersebut.

Masyarakat di wilayah kerajaan dulu, mayoritas bekerja untuk kerajaan. Meskipun begitu, mereka tetap patuh membayar pajak ketika ada pungutan. Dengan begitu, Sang Raja tetap akan bersikap baik pada seluruh rakyatnya.

Nah, penasaran tentang sistem perpajakan di zaman kerajaan kuno? Apakah masyarakat di zaman ini hidup dengan sejahtera melalui kebijakan ini? Yuk kita simak ceritanya berikut ini:

Bukan Sistem Pajak Tapi Upeti

Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia saat ini, ternyata merupakan perkembangan dari Sistem yang telah muncul di zaman kerajaan kuno ini.

Pungutan wajib ini  menjadi sumber pemasukan di zaman kerajaan kuno dulu. Uniknya, penerapannya sejak lama, sebelum bangsa barat menjajah negeri kita tercinta.

upeti bukan pajak di zaman dulu

Sumber pemasukan kerajaan ini sifatnya adalah memaksa. Artinya, seluruh rakyat wajib membayarnya. Konsep ini akhirnya menjadi dasar kemunculan sistem perpajakan di tanah air hingga saat ini.

Ketika penguasa menyukai kerja sama para rakyatnya dalam hal pajak, maka hidup mereka akan lebih aman dan terjamin oleh sang raja.

Sistem Pajak Objek Kerajaan

Bagi kalian yang pernah mempelajari tentang perpajakan, Ada begitu banyak jenis pajak yang menjadi objek pajak saat ini.

Sumber pemasukan atau Pajak kita biasanya kita bayarkan dari penghasilan, Bangunan, hingga pembelian produk kebutuhan sehari-hari. Memiliki barang mewah seperti mobil mahal juga bisa kena pajak.

Aturan-aturan ini terdapat dalam sebuah jurnal kuno, dengan judul Pungutan Pajak dan Pembatasan Usaha di Pulau Jawa. Catatan ini menyebutkan bahwa, Sumber penerimaan pajak di zaman kerajaan kuno ada 2.

yaitu Pajak tanah dan Pajak orang asing. Namun, Sumber lainnya juga menyebutkan 2 Objek pajak lainnya sebagai tambahan, yaitu Pajak perdagangan dan pajak Exit Permit.

Sistem Pajak Orang Asing

Keterangan tentang Pajak Orang Asing ini terdapat dalam sebuah prasasti. Salah satunya adalah prasasti Palebuhan yang ada di tahun 927 M.

Keterangan dalam prasasti ini menyebut istilah keeling, Singhala serta Arya. Apa kamu tahu arti dari istilah-istilah tersebut? Ini berarti orang asing yang tinggal di zaman itu, harus membayar pajak.

Kala itu, Ada banyak orang Asing yang tinggal di Indonesia. Karena bukan merupakan warga asli Indonesia, maka mereka wajib bayar pajak loh. Alasannya, bukan karena mereka beraktifitas atau bekerja di Indonesia, melainkan karena mereka adalah Warga Negara Asing saat itu.

Pajak Tanah

Sumber pemasukan berikutnya adalah dari Pajak Tanah. Pungutan ini adalah dari rakyat untuk rajanya. Hal ini berdasarkan tanah milik sang raja yang berkuasa penuh. Sementara itu, Rakyat bekerja untuk mengelola tanah tersebut.

Lalu, bagaimana rakyat membayar pajak atau upeti ini ya? Mereka bisa membayar kewajiban ini melalui iuran, dengan Emas atau Perak. Kemudian, setelah terkumpul, akan menjadi kas bagi kerajaan pemilik tanah tersebut.

Objek tanah yang terkena pajak ini adalah Sawah kering, sawah basah, pegagan, rawa hingga Sungai dan kebun milik sang Raja. Revisi pajak mungkin terjadi dalam hal ini, karena masalah ukuran dan luas tanah.

Pajak Perdagangan

uang kuno dari emas untuk membayar upeti zaman dulu

Beberapa prasasti juga menyebutkan informasi tentang aktifitas perdagangan yang disebutkan sebagai Sambyawahara. Pajak ini dipungut dari pembatasan usaha di setiap desa yang membayar hanya separuhnya. Adapun wilayah yang bukan kerajaan, maka wajib bayar pajak sepenuhnya.

Pajak Exit – Permit

Sumber pemasukan berikutnya terdapat pada Pajak Exit-Permit. Upeti ini dikenal dengan istilah Pinta Palaku. Para petugas khusus diutus kerajaan untuk memungut Pajak dengan melakukan perjalanan.

Ada dua kategori tempat yang menjadi tujuan mereka yaitu daerah yang termasuk dalam Sima, serta daerah yang bukan Sima.

Upeti yang didapatkan dari Sima, berupa bangunan suci, perawatan dharma serta kebutuhan manilala (haji). Sementara di luar Sima, Para pejabat mendapatkan sebagian dari upeti itu untuk kebutuhannya.

Pajak ini juga sewaktu-waktu bisa dibuatkan permohonan keringanan pajak atau bahkan pembebasan pajak.

Kesimpulan

Sumber pemasukan zaman kerajaan kuno ternyata didapatkan dari hasil pajak. Zaman ini, Pajak lebih dikenal sebagai Upeti yang dipungut berdasarkan beberapa kategori.

Hal ini menjadi tonggak sejarah perpajakan di Indonesia, hingga saat ini. Rakyat dan Raja yang tinggal di wilayah kerajaan, tampaknya hidup cukup sejahtera dengan semua kebijakan pajak yang diterapkan di zamannya.

Bagaimana dengan Masyarakat kita saat ini? Apakah mereka juga bisa sejahtera dengan kebijakan pajak yang menjadi sumber pemasukan negara kita? Berikan komentar kalian di kolom komentar ya. Sekian dulu artikel kali ini dan sampai jumpa lagi di artikel menarik selanjutnya.

Sumber

  • Sejarah Pajak di Indonesia Masa Kerajaan –Kerajaan Kuno – Finance.Detik
  • Sumber Pemasukan Kerajaan Kuno – Historia